Wednesday 2 November 2011

Merkantilisme (Abad 16 - 18 Masehi)

Salah satu subjek yang sering dibahas dalam sejarah pemikiran ekonomi adalah merkantilisme. Paham merkantilisme menyatakan bahwa untuk menjamin kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatnya, negara harus perdagangan luar negri (eksport/impor). Secara khusus paham ini menuntuk bahwa total perdagangan luar negri harus bernilai positif (ekspor lebih banyak dari impor). Kebijakan-kebijakan merkantilisme meliputi:



  • Tarif yang tinggi, terutama untuk barang-barang manufaktur.
  • Memonopoli pasar dengan staple ports. Staple port adalah kebijakan yang mengharuskan pedagang/kapal untuk membongkar dan memperdagangkan barang-barangnya untuk periode tertentu (biasanya 3 hari) untuk memberikan kesempatan pada konsumen lokal. Setelah itu mereka baru diizinkan untuk melanjutkan perjalanan.
  • Perdangan eksklusif(tertutup) untuk koloni-koloni.
  • Subsidi untuk ekspor
  • Larangan ekspor emas dan perak
  • Penggalakkan manufaktur dengan riset atau subsidi langsung
  • Pembatasan gaji
  • Pemaksimalan penggunaan sumber daya lokal
  • Pembatasan konsumsi lokal dengan Non-Tariff Barriers to trade (NTBs). NTBs adalah kebijakan untuk membatasi impor yang bukan dalam bentuk tarif. Contoh dari NTBs adalah anti-dumping (dumping: penurunan harga expor dibawah harga dalam negri) untuk menghindari dumping dan countervailing duties (metode untuk mengatasi subsidi ekspor. Subsidi ekspor merugikan produsen di negara importir).


Merkantilisme banyak diterapkan oleh negara-negara eropa barat pada abad 16 sampai akhir abad 18 Masehi. Merkantilisme juga menjadi sumber utama peperangan antar negara dan alasan terjadinya kolonialisme.

Sebagian besar ekonom Eropa yang menulis antara abad ke 16 sampai 18 adalah penganut paham merkantilisme. Kata merkantilis pada awalnya adalah kata yang digunakan sebagai kritik para ekonom seperti Victor de Riqueti dan Adam Smith.

Philipp von Hörnigk (1640–1712)

Philipp von Hornick, seorang ahli hukum dan akademisi dari Austria, pada tahun 1684 menyatakan dalam tulisannya yang berjudul Austria Over All, If She Only Will bahwa 9 poin yang dapat membuat ekonomi nasional efektif yaitu:

  1. Untuk setiap inci, tanah dalam negara harus digunakan untuk pertanian, pertambangan atau manufaktur.
  2. Setiap bahan baku yang ada dalam negara harus digunakan untuk manufaktur karena barang jadi memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
  3. Populasi pekerja harus diperbesar.
  4. Semua ekspor emas dan perak harus dilarang dan uang yang ada di dalam negri harus bersirkulasi.
  5. Impor barang-barang asing harus ditekan seminimal mungkin.
  6. Jikalau impor tidak bisa dihindari, maka pertukaran dilakukan dengan barang domestik selain emas dan perak (emas dan perak tidak boleh dijual).
  7. Sebisa mungkin impor harus dilakukan dalam bentuk bahan baku sehingga dapat di proses lebih lanjut di dalam negeri.
  8. Untuk setiap kesempatan, surplus hasil manufaktur diekspor untuk mendapatkan emas dan perak.
  9. Barang yang bisa dipenuhi dalam negri tidak boleh diimpor.
Sembilan poin diatas bisa digeneralisasi sebagai rangkuman paham merkantilisme.

Merkantilisme memandang sistem ekonomi sebagai zero-sum game yang artinya keuntungan untuk satu pihak berarti kerugian untuk pihak yang lain. Dengan demikian ekonomi tidak bisa digunakan untuk meningkatkan persemakmuran/commonwealth.

Thomas Mun (1571-1641)

Dalam bukunya England's Treasure by Foreign Trade, Mun menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk meningkatkan kemakmuran Inggris adalah dengan perdagangan. Mun menyarankan beberapa tindakan yang diantaranya: mengurangi konsumsi untuk meningkatkan jumlah barang ekspor, meningkatkan penggunaan tanah dan berbagai sumberdaya alam domestik untuk mengurangi kebutuhan impor, mengurangi ekspor barang-barang yang diproduksi secara domestik menggunakan material dari negara lain, mengekspor barang yang bersifat "permintaan inelastis" karena uang yang didapatkan lebih banyak.

No comments:

Post a Comment